https://samarinda.times.co.id/
Berita

Pesut Mahakam di Ujung Tanduk: Ancaman Banjir Aktivitas Manusia dan Harapan Ekowisata

Kamis, 02 Oktober 2025 - 20:18
Pesut Mahakam di Ujung Tanduk: Ancaman Banjir Aktivitas Manusia dan Harapan Ekowisata Danielle Krab, peneliti Yayasan RASI (FOTO: Axel for TIMES Indonesia)

TIMES SAMARINDA, SAMARINDA – Sungai Mahakam, yang selama ini menjadi nadi kehidupan masyarakat Kalimantan Timur, menyimpan kisah memilukan tentang salah satu penghuninya: Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris). Satwa endemik yang menjadi ikon ekologi Kalimantan ini kini berada di ambang kepunahan. Kamis (2/10/2025).

Menurut catatan terbaru Yayasan RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia), populasi pesut Mahakam pada 2024 hanya tersisa 62 ekor. Angka itu menempatkan statusnya sebagai Critically Endangered dalam daftar merah IUCN dan Appendix I CITES—yang artinya dilarang diperdagangkan secara internasional.

Ancaman Terbesar Datang dari Aktivitas Manusia

Sekitar 67 persen kematian pesut disebabkan oleh jeratan jaring insang, sementara lalu lintas tongkang di jalur Sungai Mahakam juga kerap berujung pada tabrakan fatal. Ditambah lagi, pencemaran air akibat limbah pertambangan, perkebunan, dan rumah tangga, serta praktik perikanan destruktif seperti setrum dan racun ikan, kian mempersempit ruang hidup mereka.

“Meski ada penurunan kasus pesut mati karena jaring, tren populasi masih menurun. Ancaman lain seperti polusi dan lalu lintas kapal tetap tinggi. Itu yang membuat populasinya tidak stabil,” ungkap Danielle Krab, peneliti senior RASI.

Ia juga menambahkan, beberapa hasil nekropsi menemukan adanya mikroplastik dalam tubuh pesut, yang berpotensi mengganggu sistem pencernaan mereka.
Keterbatasan reproduksi alami turut memperburuk kondisi. Pesut betina baru bisa melahirkan pada usia 8–9 tahun, dengan jarak antar kelahiran sekitar 4 tahun. Masa kehamilan yang panjang—14 bulan—membuat satu individu betina sangat berarti bagi kelangsungan populasi.

“Kalau seekor betina hilang, dampaknya besar sekali. Pesut tidak bisa ditangkarkan karena stres dan mati. Jalan satu-satunya adalah melindungi habitatnya,” jelas Danielle.

Rapat-koordinasi-lintas-kementerian.jpgRapat koordinasi lintas kementerian, LSM, dan pemerintah daerah. (FOTO: Axel for TIMES Indonesia)

Pemerintah melalui KLHK menegaskan, penyelamatan pesut adalah mandat hukum. UU No. 32 Tahun 2009 menekankan kewajiban menjaga keanekaragaman hayati, pembangunan berkelanjutan, serta konservasi ekosistem termasuk di luar kawasan hutan.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK, Inge Retnowati, menekankan perlunya aksi nyata, bukan sekadar rencana.

“Kalau ancamannya tidak dikendalikan, kepunahan tinggal menunggu waktu. Menteri sudah menegaskan perlunya aksi cepat di lapangan, dengan pembagian tugas jelas antar pihak,” katanya.

Rapat koordinasi pemerintah, LSM, dan pemda merumuskan langkah konkret: mengganti jaring insang, mengurangi polusi, menata jalur kapal, memperketat pengawasan praktik perikanan ilegal, hingga mengembangkan ekowisata ramah lingkungan.

Salah satu contoh ekowisata berbasis pesut berkembang di Desa Pela, Kutai Kartanegara. Wisatawan bisa menyusuri sungai sambil menyaksikan pesut, yang diharapkan memberi manfaat ekonomi bagi warga setempat. Namun, tantangan tetap ada. Lalu lintas ponton yang melintas dekat area pesut terbukti mengganggu sonar komunikasi hewan ini, bahkan hingga beberapa menit.

Meski jumlahnya kian menipis, pemerintah dan aktivis lingkungan masih optimis. Kuncinya ada pada kolaborasi lintas sektor, termasuk partisipasi masyarakat lokal.

“Pesut Mahakam adalah kebanggaan kita. Menyelamatkannya berarti menjaga Sungai Mahakam beserta seluruh ekosistemnya, sekaligus kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidup pada sungai,” tutup Inge Retnowati. (*)

Pewarta : Ahmad Syahir
Editor : Hendarmono Al Sidarto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Samarinda just now

Welcome to TIMES Samarinda

TIMES Samarinda is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.