TIMES SAMARINDA, GARUT – Pengelola Resort Kawasan Talaga Bodas, Kabupaten Garut memperketat pengawasan dengan memasang banner dan garis polisi untuk mencegah wisatawan masuk ke kawasan cagar alam.
Hal ini dilakukan sepekan yang lalu sesuai regulasi konservasi dan demi menjaga kelestarian lingkungan.
Kebijakan ini ditegaskan langsung oleh Kepala Resort Kawasan Talaga Bodas, Yudi Gunadi, seusai mengikuti diskusi lingkungan bersama para pegiat alam terbuka di Destinasi Wisata Alam Arga Hot Spring, Sundakerta, Kecamatan Sukahening, Minggu (8/6/2025).
Menurut Yudi, Talaga Bodas terbagi ke dalam dua zona pengelolaan, yaitu Taman Wisata Alam (TWA) dan Cagar Alam (CA). TWA dibuka untuk umum sebagai destinasi wisata yang sudah ditetapkan dalam skema pemanfaatan berbasis pelestarian, dengan tiket masuk resmi dan pendapatan yang tercatat dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Sementara itu, zona cagar alam dilarang untuk kegiatan wisata massal karena memiliki status perlindungan ketat.
“Kalau cagar alam itu sebenarnya bukan untuk wisatawan. Maka dari itu, kami sudah pasang banner-banner dan juga garis polisi untuk menutup akses ke cagar alam,” ujar Yudi kepada TIMES Indonesia, Minggu (8/6/2025).
Untuk memasuki kawasan cagar alam secara legal, seseorang harus memiliki Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI). Izin ini hanya diberikan untuk kegiatan khusus seperti penelitian, pendidikan, dan konservasi, bukan untuk pariwisata.
Ketentuan ini diatur dalam sejumlah regulasi nasional, di antaranya UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Peta Kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Talaga Bodas. (FOTO : Harun Arrosyid/TIMES Indonesia)
Juga ada Perdirjen PHKA No. P.7/IV-SET/2011 tentang Tata Cara Masuk Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Untuk mendapatkan SIMAKSI dapat diajukan di kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan bukan diberikan secara sembarangan.
Kendati sudah ada larangan dan rambu-rambu, Yudi mengakui masih ditemukan wisatawan yang lolos masuk ke kawasan cagar alam. Saat dilakukan patroli oleh pihak resort, para pengunjung tersebut hanya diberikan pembinaan secara persuasif.
“Pas kita patroli ada beberapa pengunjung yang lolos. Kita beri peringatan dan pembinaan karena mereka mungkin tidak tahu bahwa ini kawasan terlarang,” ungkap Yudi.
Ia juga tidak menampik adanya kelalaian dari pihak pengelola kawasan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat dan pengunjung, terutama karena keterbatasan jumlah sumber daya manusia (SDM).
“Sekarang sudah ada SK baru per April 2025, aturannya ada empat orang petugas. Meskipun sangat pas-pasan, tapi kita tetap komitmen jaga kawasan,” tambahnya.
Pegiat kegiatan alam terbuka dari PPGPR HIRA Tasikmalaya Harun Arrosyid, menyampaikan bahwa sebagian besar pengunjung yang masuk ke zona Talagasaat (salah satu bagian dari cagar alam Talaga Bodas), bukanlah wisatawan umum.
"Mereka justru berasal dari kalangan pecinta alam atau komunitas pendaki, yang mendapatkan informasi dari senior secara turun temurun. Banyak yang masuk tanpa SIMAKSI karena tidak tahu bahwa Talagasaat itu zona cagar alam. Biasanya cuma buat camping atau lintasan menuju Gunung Beuticanar lewat Arga Springhot,” kata Harun.
Ia meminta agar BKSDA dan pengelola meningkatkan koordinasi serta pengawasan di jalur-jalur masuk menuju kawasan cagar alam. “Harapannya ada edukasi lebih lanjut, khususnya ke kalangan Sispala, Mapala, dan organisasi pencinta alam lainnya. Spanduk informasi dan himbauan juga perlu diperbanyak,” tegas Harun.
Kasus Talaga Bodas menurutnya menunjukkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pengelola, komunitas pecinta alam, dan masyarakat umum dalam menjaga kawasan konservasi. Selain pengawasan teknis, edukasi yang konsisten dan mudah dipahami juga menjadi langkah preventif yang paling efektif. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Perketat Pengawasan, Pengelola Talaga Bodas Garut Pasang Banner dan Garis Polisi
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Ronny Wicaksono |