TIMES SAMARINDA, SAMARINDA – Di tengah hiruk-pikuk Kantor Bupati Paser, suasana ruangan konferensi dipenuhi semangat kolaborasi. Para akademisi dari universitas ternama, pejabat daerah, dan perwakilan masyarakat duduk melingkar, saling bertukar pandang dan ide. Ini bukan sekadar rapat biasa, melainkan Forum Group Discussion (FGD) yang menjadi jembatan antara ilmu pengetahuan dan kebijakan nyata. Di sini, di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Kaltim), visi pengembangan kawasan transmigrasi seperti Muara Komam dan Batu Sopang sedang dirajut bersama, demi menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Tim Ekspedisi Patriot Kawasan Transmigrasi, yang melibatkan Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Diponegoro (Undip), dan Universitas Mulawarman (Unmul) sebagai mitra, menjadi penggerak utama acara ini. Mereka tak datang dengan tangan kosong; survei lapangan, data demografi, dan model inovatif dibawa untuk dibahas. Kamis (6/11/2025).
"Kolaborasi seperti ini adalah kunci untuk membangun kawasan yang adaptif dan berdaya saing," ujar Rizky Noviar, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Paser, saat membuka acara. Nada suaranya penuh optimisme, mencerminkan harapan bahwa transmigrasi bukan lagi sekadar pemindahan penduduk, tapi peningkatan kualitas hidup secara holistik.
Penjelasan hasil survei masyarakat (Foto: Niken for TIMES Indonesia)
Acara dimulai dengan sambutan hangat dari Dr. Rd Ahmad Buchari dari Unpad, diikuti paparan mendalam dari Dr. Cathas Teguh Prakoso dari Unmul. Ia memperkenalkan delapan model kolaborasi yang bisa diadopsi, seperti resep rahasia untuk membangun masyarakat yang mandiri. Model Pentahelix Collaboration, misalnya, mengajak pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media bergandengan tangan. Ada juga Model Smart Village yang memanfaatkan teknologi untuk desa cerdas, atau Model Desa Wisata yang mengubah potensi lokal menjadi daya tarik pariwisata.
"Delapan model ini menjadi kerangka kolaboratif untuk membangun kawasan transmigrasi yang berkelanjutan," jelas Dr. Cathas, sambil menekankan pentingnya sinergi lintas sektor.
Tak ketinggalan, Dr. Mardwi Rahdriawan dari Undip memaparkan hasil temuan awal dari survei terhadap 106 responden di kawasan Muara Komam dan Batu Sopang. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Paser, Muara Komam didominasi sektor pertanian, perkebunan, pendulangan emas, dan UMKM. Sementara Batu Sopang lebih condong pada wiraswasta, karyawan swasta, petani, dan buruh tani. Demografi penduduk pun menjanjikan: 70% usia produktif, sisanya pelajar dan lansia yang bisa menjadi aset jika diberdayakan.
"Ini potensi besar yang harus kita gali bersama," tambahnya.
Paparan selanjutnya dari tim Unpad, dipimpin Dr. Rd Ahmad Buchari dan didampingi Hirzi Fathul Hakim dari Unmul, semakin memperkaya diskusi. Melalui survei terhadap 93 responden dengan metode kuesioner, wawancara, serta analisis Location Quotient (LQ) dan Dynamic LQ (DLQ), mereka mengidentifikasi komoditas unggulan. Di Muara Komam, peternakan sapi potong, karet, kelapa sawit, kopi, dan produk olahan pertanian menjadi andalan. Infografis hasil analisis kuesioner dimensi ekonomi menunjukkan distribusi yang menarik: mata pencaharian seperti petani (22,9%) dan wiraswasta (17,1%) mendominasi, dengan potensi ekonomi mencapai Rp2.500.000 per bulan untuk mayoritas penduduk. Sementara itu, kendala seperti akses pasar dan infrastruktur menjadi catatan penting untuk diatasi.
Diskusi interaktif pun bergulir, melibatkan perwakilan dari Bappeda, Dinas PMD, Dinas PUPR, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Kesehatan, serta kepala desa seperti dari Desa Uko, Sekuan Makmur, dan Selerong. Masukan mengalir deras: mulai dari penguatan koperasi komunitas hingga digitalisasi ekonomi kreatif.
"Kita perlu model yang berbasis komoditas unggulan, seperti kopi uko atau bawang merah sekauan makmur," usul salah satu peserta, menyoroti bagaimana potensi lokal bisa menjadi motor penggerak.
Di balik fakta dan data, ada nilai sosial yang dalam. Kegiatan ini mengajarkan bahwa pembangunan bukan milik pemerintah semata, tapi tanggung jawab bersama. Kolaborasi lintas sektor membuka pintu bagi masyarakat transmigrasi untuk mandiri, mengurangi ketergantungan pada bantuan, dan membangun komunitas yang resilien. Secara pendidikan, delapan model yang dipaparkan menjadi pelajaran berharga: bagaimana teknologi dan kewirausahaan bisa mengubah desa terpencil menjadi pusat inovasi.
Data komoditi unggulan desa trans Muara Komam (Foto: data for TIMES Indonesia)
"Ini bukan akhir, tapi awal dari sinergi yang lebih kuat," kata Rizky Noviar saat menutup acara dengan penandatanganan berita acara bersama camat setempat.
Dengan dukungan seperti ini, Muara Komam dan Batu Sopang berpotensi menjadi model transmigrasi modern. Bukan hanya tempat tinggal, tapi ruang di mana mimpi warga tumbuh subur, didukung ilmu, kebijakan, dan semangat gotong royong. Di era di mana perubahan iklim dan ekonomi global menantang, cerita dari Paser ini mengingatkan kita: kolaborasi adalah kunci untuk masa depan yang lebih baik, bagi siapa saja yang mau belajar dan berkontribusi. (*)
| Pewarta | : Ahmad Syahir |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |