https://samarinda.times.co.id/
Opini

Public Relation sebagai Penggerak Pemberdayaan Pesisir

Sabtu, 01 November 2025 - 16:59
Public Relation sebagai Penggerak Pemberdayaan Pesisir Ziya Ibrizah, S.I.Kom., M.I.Kom., Nasional Story Teller, Akademisi Universitas Mulawarman.

TIMES SAMARINDA, SAMARINDA – Di pesisir Kota Bontang, Kalimantan Timur, kehidupan nelayan tradisional masih berputar dalam ritme yang sama dari tahun ke tahun. Saat fajar menyingsing, mereka berangkat melaut dengan perahu kayu, berharap tangkapan cukup untuk memenuhi kebutuhan hari itu.

Di darat, kelompok perempuan pesisir sibuk mengolah hasil laut menjadi abon ikan atau kerupuk udang. Namun, di tengah semangat bertahan hidup itu, mereka sering kali luput dari arus informasi program pemerintah. Sosialisasi pembangunan pesisir kerap tidak sampai ke telinga mereka, atau hanya berakhir sebagai formalitas tanpa ruang dialog.

Fenomena ini mencerminkan tantangan besar komunikasi publik di kawasan pesisir Indonesia. Padahal, wilayah pesisir memiliki peran vital bagi ekonomi nasional menyumbang hasil perikanan, pariwisata bahari, hingga potensi energi dan konservasi laut.

Di tengah transformasi digital dan gencarnya narasi Society 5.0, banyak masyarakat pesisir masih tertinggal secara informasi. Mereka menghadapi gap komunikasi yang serius: keterbatasan akses internet, rendahnya literasi digital, serta minimnya keterlibatan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka sendiri.

Di sinilah peran Public Relations (PR) menjadi penting. PR bukan sekadar alat penyebar informasi atau penjaga citra lembaga. Dalam konteks masyarakat pesisir, PR harus menjadi penggerak pemberdayaan sosial, jembatan antara kebijakan dan kehidupan nyata warga. Komunikasi yang baik bukan hanya soal menyampaikan pesan, tetapi bagaimana pesan itu dipahami, diterima, dan menggerakkan partisipasi.

PR yang berorientasi pada pemberdayaan mampu membangun kepercayaan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat lokal. Ia berfungsi sebagai fasilitator dialog memastikan suara masyarakat pesisir terdengar dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan.

Tanpa peran ini, komunikasi publik akan bersifat top-down: pesan disampaikan dari atas tanpa memahami konteks sosial-budaya masyarakat di bawah. Akibatnya, banyak kebijakan baik tidak berjalan efektif karena tidak disertai proses komunikasi yang manusiawi dan partisipatif.

Misalnya, beberapa program bantuan alat tangkap modern di pesisir Kalimantan gagal dimanfaatkan optimal karena tidak disertai edukasi dan komunikasi intensif. Masyarakat tidak dilibatkan dalam tahap perencanaan, sehingga merasa kebijakan datang begitu saja tanpa mempertimbangkan kebutuhan lokal. Padahal, di sinilah esensi PR: mendengarkan, membangun empati, dan menjembatani kepentingan agar kebijakan benar-benar bermakna bagi penerima manfaat.

Ke depan, model komunikasi yang dibutuhkan di kawasan pesisir adalah komunikasi partisipatif berbasis komunitas. Pendekatan ini menempatkan masyarakat sebagai subjek, bukan objek pembangunan. Melalui radio komunitas, forum nelayan, atau kanal media sosial desa, PR bisa menghidupkan ruang komunikasi yang terbuka dan setara.

Dengan dukungan pemerintah daerah dan perguruan tinggi, aparatur publik perlu dilatih untuk memiliki keterampilan PR yang berempati tidak hanya menyampaikan pesan, tetapi mendengarkan dan merespons kebutuhan masyarakat dengan cara yang komunikatif.

Selain itu, kolaborasi antara praktisi PR, akademisi, dan lembaga pemberdayaan masyarakat pesisir menjadi kunci. Praktisi PR dapat berperan dalam strategi komunikasi dan pelibatan publik, sementara akademisi dan lembaga sosial membantu riset, pendampingan, dan literasi digital. Sinergi ini akan menciptakan ekosistem komunikasi yang memberdayakan, bukan sekadar informatif.

Keberhasilan pembangunan pesisir tidak hanya diukur dari panjangnya dermaga atau tingginya produksi ikan. Ukuran sejatinya adalah seberapa besar masyarakat pesisir mampu berbicara untuk dirinya sendiri, mengambil peran dalam pembangunan, dan merasakan manfaat nyata dari setiap kebijakan yang dibuat atas nama mereka.

Public Relations sejatinya bukan sekadar pengelola citra, tetapi penggerak kesadaran. Di tangan yang tepat, komunikasi bisa menjadi jembatan antara laut dan darat  antara kebijakan dan kehidupan. Dan di sanalah pemberdayaan pesisir menemukan maknanya yang sejati.

***

*) Oleh : Ziya Ibrizah, S.I.Kom., M.I.Kom., Nasional Story Teller, Akademisi Universitas Mulawarman.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Samarinda just now

Welcome to TIMES Samarinda

TIMES Samarinda is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.